Menulis dan Berpikir Kreatif cara Spiritualisme Kritis
Penilaian
0,0
dari 5
Tidak Tersedia Deskripsi
Ketersediaan
D00316C
808.06 AYU m
My Library
Tersedia
Informasi Detail
Judul Seri
-
No. Panggil
808.06 AYU m
Penerbit
Jakarta :
Kepustakaan Populer Gramedia.,
2015
Deskripsi Fisik
-
Bahasa
Indonesia
ISBN/ISSN
9786024242817
Klasifikasi
808.06
Tipe Isi
text
Tipe Media
unspecified
Tipe Pembawa
unspecified
Edisi
-
Subjek
-
Info Detail Spesifik
Saya ingin bercerita sedikit tentang kenapa saya tertarik membeli buku ini. Buku ini saya beli kurang lebih 3 bulan yang lalu. Sebelumnya, saya dilanda keinginan yang kuat untuk meningkatkan kapasitas diri dalam menulis. Hal pertama yang membuat saya tertarik adalah judul, “Menulis dan Berpikir Kreatif cara Spiritualisme Kritis”. Kedua, ada “jaminan mutu” pada nama penulisnya, Ayu Utami. Ketiga, selain judul dan nama penulisnya, saya juga cukup mengagumi format bukunya. Tak ubahnya sebuah buku binder anak kuliahan. Mungkin karena buku ini didesain sebagai “buku belajar” tentang menulis.
Buku Ayu Utami yang pertama kubaca adalah Bilangan Fu. Belakangan, saya juga membaca “maya” dan “bukan parasit lajang”. Oh iya, nampaknya saya juga pernah membaca “saman”, tapi sudah lama sekali. Kesan saya adalah, Ayu Utami memiliiki imajinasi yang tak biasa. Membaca novelnya kita membaca sesuatu yang unpredictable. Membaca karyanya kita dibawa untuk menelusuri sebuah pergulatan hidup yang mengugat “kehidupan biasa”. Ia selalu menawarkan perspektif baru memandang kehidupan.
Ayu Utami adalah seorang penulis posmodernis. Ia memberikan misteri, dan menawarkan kenikmatan. Ia menawarkan keliaran imajinasi. Ayu mengajak saya menelusuri sisi terdalam dalam diriku yang selama ini jarang kujamah. Ia bukan hanya mengajak kita hidup berdampingan dengan agama dan etnis yang berbeda. Bahkan ia menawarkan hidup berdampingan dengan makhluk lain; makhluk yang jelek, makhluk halus. Ia, mengajak kita memasuki dunia lain, yang sering kali digusur oleh modernitas.
Mungkin Ayu Utami sengaja menerangi bagian-bagian tergelap yang ada dalam diri kita. Ia bicara tentang perselingkuhan, tentang perkhidmatan pada kaum marjinal, tentang pergulatan iman. Spiritualitas, yang selalu diasosiasikan pada narasi agung tentang Tuhan kaum monotheis, ia gunakan pula untuk berziarah pada berbagai kearifan spiritual ‘agama lokal’ yang sering dihakimi sebagai pelaku kesesatan. Saya sempat berpikir, mungkin saja MUI tidak pernah membaca buku-bukunya, makanya nyaris ia tak pernah tersentil fatwa lembaga otoritatif sebagai benteng umat itu. Padahal karya-karyanya, dalam perspektif MUI; bisa merusak akidah umat.
Ya, Ayu Utami mengakui ia memang bicara tentang spiritualitas. Baginya, kreativitas sama halnya dengan spiritualitas, membutuhkan sikap terbuka, dan kesediaan pada yang tak terduga. Jalan spiritual, kata Ayu, mengajak kita agar tidak mencari bentuk-bentuk luar untuk ditiru. Melainkan mencari ke kedalaman diri sendiri. Untuk menemukan suara asli kita sendiri diperlukan kejujuran dan keberanian.
“Spiritualisme kritis dan proses kreatif adalah suatu perjalanan untuk menemukan diri kita sendiri, sehingga kita tidak perlu bergaya ini-itu untuk menjadi unik dan berkarakter. Jika kita menemukan diri kita sendiri, dengan sendirinya kita unik dan berkarakter secara otentik,” tulis Ayu Utami.